Malu Dan Canggung
Aku membuka kedua mataku. Posisi kami masih berjajar hanya beberapa inci. Kalian pikir ini mimpi? Oh tentu saja tidak. Akupun awalnya juga berpikir seperti itu. Aku tidak menyangka bisa mencium bibir seorang cewek. Ah tentunya istri sendiri. Konyolnya lagi yang di cium adalah gadis cerewet tetangga sebelah si biang masalah bernama Raisya. Benar-benar hal yang tidak disangka seumur hidupku. Lalu dengan pelan kami saling menempelkan dahi. Dan aku menyesal sudah membuatnya menangis.
"Janji kamu disini untuk aku?"
"Iya janji." bisik ku pelan.
"Kenapa kamu gak ada hubungin aku selama 2 hari ini?"
"Maaf."
"Kamu sengaja menghindariku?"
Aku mengangguk. "Iya." Dengan perlahan Raisya memelukku. Dia menangis didalam dekapanku. Akhirnya aku memberanikan diri memeluknya balik. Mungkin ini yang dia butuhkan sejak kemarin-kemarin. Dimulai saat dia di labrak oleh kakak kelas di toilet. Sampai akhirnya dia menangis atas kepergian kakeknya.
"Kenapa kamu menghindari aku Rai?"
"Aku.. aku hanya bingung."
"Bingung kenapa?" Aku menghela napas panjang. Aku mengusap punggungnya dengan lembut.
"Hanya bingung. Aku.. aku hanya tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Itu saja."
"Apa yang kamu rasakan saat ini?" tanya Raisya yang kini mendongakan wajahnya menatapku.
"Nyaman."
"Nyaman?"
Aku mengangguk. "Iya. Rasa nyaman bersamamu."
"Kamu gak akan anggap aku si biang masalah lagi kan?"
"Asal kamu baik-baik saja dan tidak kembali memulainya."
Raisya mengangguk lagi. "Maafkan aku. Tapi tolong jangan salah paham waktu malam itu. Faisal.. dia-"
"Jangan sebut nama itu lagi. Oke? Ayo kita tidur." tiba-tiba aku kesal hanya dengan mendengar namanya itu. Si anak angkat perusak antara aku dan Raisya.
"Tapi aku takut kamu marah."
"Tidak." Aku menggeleng. Berusaha meyakinkan Raisya. "Aku tidak akan marah."
"Kalau begitu terima kasih."
"Hm." Dan Raisya kembali memelukku begitu erat. Seolah-olah seperti pasangan yang sudah lama saling kenal dan tidak canggung lagi. Tapi saat ini Raisya tidak tahu bahwa sebenarnya aku gugup setengah mati.
Wajar saja. Aku seorang gamers. Jangankan soal cinta. Tentang cewek dan kebaperannya saja aku tidak pernah memahaminya. Tapi kali ini benar. Aku mengikuti kata hatiku bahwa saat ini rasa nyaman yang aku rasakan. Raisya seperti tempat hatiku berpulang di awal hubungan kami meskipun terbilang baru. Sampai akhirnya aku menganggap semua hal ini adalah rasa nyaman dan tenang. Ini pertama kalinya aku merasa kalau sebuah waktu yang aku miliki begitu berharga.
🎮🎮🎮🎮
Jam sudah menunjukan pukul 01.00 pagi. Gara-gara mencium bibir Raisya tadi aku tidak bisa tidur. Benar-benar TIDAK BISA TIDUR! Alasannya simpel. Karena aku masih gugup. Sebuah firstkiss yang aku lakukan dan tidak akan pernah terlupakan sampai kapanpun.
Kalau boleh jujur, sebenarnya sejak tidak melihat Raisya selama 2 hari aku merasa hampa. Kehampaan adalah hal yang biasa bagiku. Tapi hampa kali ini berbeda. Seperti kehilangan dan ada yang kurang.
Sekarang aku bisa melihat bagaimana wajahnya pucat. Lingkaran hitam dibawah mata Raisya juga terpampang jelas. Mungkin beberapa hari ini dia kurang tidur. Aku memposisikan diriku menghadap Raisya. Raisya terlihat nyaman dalam tidurnya sambil memeluk guling sebagai penghalang di antara kami. Meskipun tidak terucap rasa rindu, Tapi aku merasa rasa rindu ini akhirnya terlampiaskan. Begitupun dirinya.
Aku menatap Raisya yang tidur dengan pulas. Wajah yang cantik. Manis. Pipinya yang bersemu merah setelah aku menciumnya secara sadar tanpa paksaan. Aku menarik kedua sudut di bibirku. Dengan perlahan aku menyingkirkan helaian rambut yang menutupi sebagian wajahnya lalu menyelipkannya ke belakang telinga hingga tak lama kemudian Raisya membuka kedua matanya.
"Rai?"
"Hm."
"Kamu gak tidur."
Aku menggeleng. "Gak."
"Lalu sejak tadi ngapain aja?"
"Mandangin kamu." Raisya tersenyum dengan kedua matanya yang masih sayup-sayup. Ia menyingkirkan guling yang dia peluk lalu sedikit bergeser mendekatiku.
Aku terkejut. Lagi-lagi aku gugup. Tapi aku berusaha untuk rileks.
"Ada apa denganku? Kenapa di lihatin?"
"Supaya kamu bersemu merah lagi."
Raisya terkekeh geli. "Kamu ini ada-ada aja."
"Aku serius."
"Kenapa sih memangnya?"
"Karena kamu tambah cantik kalau seperti ini. Aku suka." Lalu Raisya memilih meraih guling lagi dan menutupi wajahnya. Aku tahu dia malu. Begitupun denganku. Tapi aku melakukannya karena jujur. Raisya memang cantik.
"Sudah ah. Tidur sana. Aku ngantuk."
"Aku tidak bisa."
"Kenapa lagi?"
"Aku mau ucapin dulu." Raisya kembali menatapku dan menurunkan posisi guling kebawah tubuhnya.
"Ucapin apa?"
"Selamat tidur."
"Oh. Yaudah, selamat tidur juga."
Aku mengangguk. Ini aneh. Aku berusaha mengusir rasa canggung dan mencoba menjadi pria romantis. Oh ayolah, aku ini tampan. Dan aku harus bisa. Jangan sampai keromantisanku ini kalah telak oleh Papi dan Kakek Azka meskipun dengan obrolan unfaedah ini. Akhirnya aku memilih berubah posisi dengan memunggunginya.
Aku memilih memejamkan mataku untuk tidur. Mungkin ada waktu nya aku akan mencoba menjadi pria romantis.
"Rai?"
"Ya?"
"Selamat tidur ya sayang."
Dan aku membuka kedua mataku lagi. Aku tidak menyangka Raisya berucap seperti tadi. Aku pun tidak menjawab dan memilih berpura-pura tidur. Tapi tidak dengan kedua sudut bibirku yang terangkat membentuk sebuah senyuman kecil setelah Raisya kembali dengan posisi tidurnya.
"Aku sayang kamu Sya." ucapku dalam hati.
****
NEXT CHAPTER 46 KLIK LINK DIBAWAH INI :
https://www.liarezavahlefi.com/2023/07/chapter-46-raisya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar