Arvino terbangun saat ia merasakan kehampaan. Ia membuka kedua matanya. Sayup-sayup masih dalam mengumpulkan kesadaran. Arvino memposisikan dirinya duduk dan memperhatikan sekitar, tidak ada Aiza di kamarnya.
Arvino segera keluar kamar dan mendapati Afnan bermain dengan keponakannya dengan ember baru yang baru saja mereka beli dipasar.
Arvino hendak bertanya dimana Aiza, tapi suara deringan ponselnya berbunyi dan nama Bunda Ayu terpampang di layarnya.
Arvino segera menjauh dan keluar teras rumah untuk menerima panggilan tersebut. Sebenarnya ada rasa ragu didalam hatinya. Rasa khawatir bila bunda akan mencari sosok Aiza membuatnya dilema.
Tapi itu semua tidak berlangsung lama ketika Arvino akhirnya mengangkat panggilan tersebut.
"Asalamualaikum Bunda."
"Wa'alaikumsallam. Sayang kok lama banget sih angkat panggilan bunda?"
"Maaf Bun. Em bunda apa kabar?"
"Alhamdulillah sehat. Mantu bunda bagaimana? Sehatkan"
Arvino terdiam. Tenyata benar kan? Bundanya itu pasti bertanya sosok Aiza.
"Vin?"
"Em.. Alhamdulillah baik-baik aja Bun. Bunda kapan pulang?"
Helaan nafas terdengar. Ayu kembali berucap.
"Sebelumnya bunda minta maaf loh Vin. Perusahaan kakekmu lagi ada masalah di Amerika. Jadi ya.. Bunda gak tau kapan balik. 4 bulan disini rasanya sudah setahun. Bunda masih disini temani Ayah dan Fikri. Bunda ini kangen loh sama kalian."
Arvino sedikit bernapas lega. Untungnya saja Bunda Ayu sedang berada di kota kelahirannya, bagaimana jika ada di sini disaat situasi hubungannya dengan Aiza sedang rumit? Bisa-bisa Bunda Ayu akan mengomelinya habis-habisan!
"Vino juga kangen sama bunda. Bagaimana dengan Fikri?"
"Alhamdulillah adik kamu sehat. Adik kamu sekarang makin ganteng loh Vin. Dia banyak belajar bisnis perusahaan sama kakekmu. Kamu tau gak? Sebentar lagi dia akan menjabat sebagai Presdir D'Media Corp. Ayah Devika mempercayakan padanya. Kamu tau sendiri kan kalau Devian gak bisa apalagi sahabatmu itu profesinya seorang dokter."
Arvino tidak tahu harus merespon bagaimana. sampai akhirnya ucapan Bundanya membuatnya mati kutu.
"Tapi lain kali kalau ngerjain Aiza jangan kebangetan loh ya! Bunda gantung di pohon mangga baru tau!"
Arvino tercekat. "Bu-bunda tau?"
"Ya iyalah bunda tau! Jangan kira mentang-mentang bunda di belahan dunia gini bunda gak tau dan gak pantau kalian!"
"M-maaf bun-"
"Maaf, maaf! Sekarang tugas kamu kesini Minggu depan! Kosongkan jadwal mengajarmu selama seminggu! Bunda lagi kangen sama kalian. Terutama sama Aiza tuh."
Arvino kalang kabut. "Ta-tapi Bun. Vino-"
"Gak usah banyak alasan! Kamu ini benar-benar ya! Sudah bikin Aiza nyaris keguguran masih aja cari alasan aneh-aneh. Bunda kasih waktu dan Minggu depan pesawat pribadi kakek mendarat di bandara untuk jemput kalian berdua."
"Bunda. Ini terlalu terburu-buru. Aku-"
"Ini perintah dan bunda sudah gak sabar buat elus-elus perut Aiza dan ajak bicara cucu perdana bunda. Selama ini kamu gak pernah ajak bicara anak kamu kan? Gimana sih jadi calon ayah, taunya bikin doang!"
"Em itu-"
"Asalamualaikum!"
Tut.. Tut.. Tut... Panggilan terputus begitu saja. Bunda benar. Selama ini dia tidak pernah mengajak bicara putranya.
Arvino segera merogoh ponselnya dan menghubungi Randi.
"Randi! Tolong kamu cari Aiza saat ini juga."
"Aiza sudah saya temukan." ucap Randi dengan cepat. "Dia berada di sebuah mesjid. Jarak dari tempat anda hanya 15 menit dari lokasi."
"Apakah kamu sudah yakin?"
"Sudah tuan. Saya mengecek sesuai alat pelacak keberadaannya yang anda pasang di anting-anting istri anda satu jam yang lalu."
"Oke."
Dan Arvino tersenyum sinis. Untungnya saja dia lebih cerdik untuk semua ini ketika memeluk Aiza satu jam yang lalu. Tanpa Aiza sadari dia menempelkan alat pelacak di anting-anting Aiza.
Arvino tidak ingin membuang waktu lagi, Arvino segera pamit pada orang rumah dan menuju mesjid tersebut. Begitu Arvino sudah meninggalkan halaman rumah menggunakan mobilnya, diam-diam Aiza bernapas lega di balik pohon.
Aiza baru saja bersembunyi dibalik pohon besar dan salah satu akses menuju pintu belakang rumahnya. Aiza tersenyum sinis. Bila Arvino dan Randi cerdik, maka Aiza lebih gesit dengan membuang anting-antingnya yang terdapat alat pelacak ke sekitaran mesjid. Aiza masih tidak ingin bertemu Arvino.
"Emangnya mas aja yang bisa. Aku juga bisa!" ucap Aiza dengan kesal.
Aiza bernapas lega. Ia pun membalikkan badannya dan terkejut ketika tanpa diduga Afnan berada dibelakangnya dan tersenyum jenaka sambil memegang ponselnya dan menyuapkan semangkuk kecil makanan yang baru saja ia beli di pasar bersama keponakannya.
"Arvino! Cepat pulang. Aiza disini!"
****
Satu kata buat Afnan
.....
.....
🤣🤣🤣🤣🤣
Alhamdulillah double update wkwkw😄
Makasih sudah baca ya. Sehat selalu buat kalian. Selamat menunaikan ibadah puasa 🖤
With Love
LiaRezaVahlefi
LiaRezaVahlefi
Instagram :
lia_rezaa_vahlefii
lia_rezaa_vahlefii
LANJUT CHAPTER 77. KLIK LINK NYA :
Pada main petak umpet🤣😭🙏
BalasHapus